Heboh! Warganet ‘Geruduk’ Zulhas, Banjir & Longsor Sumatera Malah Disematkan ke Dia!

Akhir November 2025, bencana banjir dan longsor melanda sejumlah provinsi di Sumatera termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menyebabkan kerusakan hebat, korban jiwa, dan kerugian besar. Di tengah kepanikan dan duka, sejumlah warganet di media sosial buru‑buru menunjuk Zulkifli Hasan (yang juga dikenal “Zulhas”) sebagai kambing hitam. Tuduhan yang menyebar cepat: kebijakan kehutanan di masa dia menjabat, dulu terutama izin pembukaan lahan dan dugaan perambahan hutan disebut sebagai penyebab utama bencana yang terjadi sekarang.

Kondisi ini memicu “gerudukan digital”: feed media sosial penuh meme, kritik, bahkan kemarahan sebagian besar menuding Zulhas sebagai penyebab bencana. Banyak komentar menyebut bahwa kunjungan dan aksi “peduli korban banjir” yang dilakukan Zulhas setelah bencana hanyalah “pencitraan.”

Berikut rangkuman mengapa Zulhas akhir‑akhir ini begitu ramai dikritik oleh netizen dan bagaimana dia merespons tudingan tersebut, berdasarkan sejumlah pemberitaan terbaru:

Mengapa Warganet “Geruduk” Zulhas?

– Korelasi bencana dengan kebijakan kehutanan masa lalu

Tuduhan terbesar menyebut bahwa keputusan pemberian izin lahan dan pelepasan kawasan hutan saat Zulhas menjabat sebagai Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (2009–2014) sebagai titik balik. Menurut warganet, aktivitas tersebut menyebabkan deforestasi dan hilangnya kemampuan hutan sebagai penyerap air yang kini dianggap sebagai salah satu penyebab banjir dan longsor di Sumatera.

– Viral ulang momen kontroversial lama

Isu makin memuncak karena bangkitnya kembali penyebaran potongan dokumenter lama, termasuk wawancara antara Zulhas dan figur publik luar negeri tentang kerusakan hutan, yang dianggap sebagai “bukti” kegagalan kebijakan masa lalu. Video ini kini sering dijadikan rujukan dalam tudingan bahwa Zulhas “bertanggung jawab” atas krisis lingkungan dan bencana sekarang.

– Aksi kunjungan ke lokasi bencana dianggap “pencitraan”

Saat banyak korban tengah berduka, Zulhas berkunjung ke lokasi terdampak dan membagikan bantuan seperti beras sambil terekam media. Alih‑alih mendapat apresiasi, banyak netizen menganggap aksi ini sekadar pencitraan belaka: “setelah bertahun‑tahun izin lahan, sekarang berakting peduli korban banjir.” Sangat banyak komentar kritis dan hujatan muncul di kolom komentar, bahkan memaksa beberapa pihak membatasi kolom komentar karena banjir kecaman.

Respons Zulhas dan Pendukungnya

  • Zulhas sendiri membantah keras tudingan bahwa kebijakan masa hidupnya sebagai Menhut otomatis bisa disalahkan atas bencana saat ini. Ia menyindir bahwa anggapan itu terlampau berlebihan “seolah saya punya kekuasaan tak terbatas.”
  • Dukungan datang dari pihak internal partainya, Partai Amanat Nasional (PAN). Beberapa kader menegaskan bahwa ketika di Menhut, Zulhas justru memperkuat sistem perizinan melalui transparansi, memperluas perhutanan sosial, serta menjalankan program penghijauan sehingga tudingan penyebab kerusakan ekologis sekarang dianggap tidak berdasar.
  • Pendukung tersebut juga menyoroti rentang waktu antara kebijakan dulu dan bencana sekarang menyatakan bahwa menyalahkan satu individu atas bencana besar belasan tahun kemudian adalah penyederhanaan terhadap persoalan kompleks seperti tata kelola hutan, kepatuhan hukum, dan faktor alam.

Kenapa Isu Ini Terus Bergulir?

  • Saat terjadi bencana besar seperti banjir dan longsor, publik cenderung mencari cepat “siapa yang salah / siapa yang bertanggung jawab.” Jika ada figur publik dengan sejarah kebijakan kontroversial seperti Zulhas maka tudingan bisa melejit dengan cepat.
  • Media sosial memperbesar narasi: video lama, potongan wawancara, komentar pedas semua ini bisa menyebar luas tanpa verifikasi, meningkatkan kemarahan publik dan membuat wacana makin panas.
  • Kompleksitas pengelolaan lingkungan: meskipun kebijakan kehutanan sudah diperbaiki, faktor lain seperti penebangan ilegal, pengawasan lemah, izin korporasi, perubahan iklim, dan tindakan manusia lain ikut mempengaruhi kondisi saat ini membuat sulit menunjuk satu orang sebagai penyebab tunggal.

Tuduhan Berat, Tapi Tidak Sederhana

Kritik terhadap Zulhas dan kebijakan kehutanan masa lalunya menunjukkan keresahan warga: rasa terluka, marah, dan keinginan agar ada pertanggungjawaban atas kerusakan alam serta bencana yang kini melanda. Namun, menyematkan seluruh kesalahan kepada satu individu ternyata jauh dari sederhana.

Negara seperti Indonesia memiliki banyak variabel: regulasi, penegakan hukum, kepatuhan elit & masyarakat, perubahan alam, serta dinamika sosial‑ekonomi. Karena itu, meskipun wajar publik menuntut jawaban, akar masalah harus dicecar dengan data, fakta, dan audit kebijakan bukan sekedar kemarahan di media sosial.